Rabu, 18 April 2012

Belajar Dari Sang Doktor


Meraih gelar doktor diusianya yang ke 42 tahun, Dr. Yusuf Qardhawi, sang Abi sekaligus guru umat ini telah melahirkan anak-anak yang intelek di bidangnya.
Ulama yang dikaruniai 7 anak, empat putri dan tiga putra ini menolak pembagian ilmu secara dikotomis, hal ini terbukti dengan pendidikan yang ditempuh anak-anaknya :
- Putri pertama, memperoleh gelar doktor fisika dalam bidang nuklir dari Inggris,
- Putri kedua, memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia dari Inggris,
- Putri ketiga masih menempuh S3,
- Putri keempat telah menyelesaikan pendidikan S1 nya di Universitas Texas Amerika,
- Putra pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elektro di Amerika,
- Putra kedua belajar di Universitas Darul Ulum Mesir,
- Putra ketiga telah menyelesaikan kuliahnya pada fakultas teknik jurusan listrik.
Subhanallah semuanya dapat meraih pendidikan hingga ke jenjang S3, mungkin suatu saat nanti jenjang S3 bukanlah hal yang mustahil bagi mahasiswa dengan status apapun di negeri ini.
Pentingnya meraih pendidikan tanpa memandang gender sudah selayaknya terealisasikan dalam masyarakat. Mengapa? Hal ini terkadang menjadi dilema dalam masyarakat, contohnya dalam kasus perempuan, perempuan dinilai tidak perlu mendapatkan pendidikan yang tinggi, betulkah..tentu zaman sekarang masyarakat sudah cerdas menilai, di era teknologi informasi yang sudah semakin canggih, tak bisa dipungkiri lagi bahwa perempuan pun memang layak meraih strata tertinggi dalam akademik itu.
Menjadi manusia yang berdedikasi pada pendidikan sesungguhnya telah Allah ajarkan melalui firmanNya Q.S At-Taubah:122
“Tidak sepatutnya bagi mu’minin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
Terjemahan – Tafsir – Asbabun Nuzul
Tafsir / Indonesia / Sebab turun / Surah At Taubah 122
Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadits melalui Ikrimah yang menceritakan, bahwa ketika diturunkan firmanNya berikut ini, yaitu,
“Jika kalian tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kalian dengan siksa yang pedih.” (Q.S. At-Taubah 39).
Tersebutlah pada saat itu ada orang-orang yang tidak berangkat ke medan perang, mereka berada di daerah badui (pedalaman) karena sibuk mengajarkan agama kepada kaumnya. Maka orang-orang munafik memberikan komentarnya,
“Sungguh masih ada orang-orang yang tertinggal di daerah-daerah pedalaman, maka celakalah orang-orang pedalaman itu.”
Kemudian turunlah firman-Nya yang menyatakan, “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang).” (Q.S. At-Taubah 122). Ibnu Abu Hatim mengetengahkan pula hadits lainnya melalui Abdullah bin Ubaid bin Umair yang menceritakan, bahwa mengingat keinginan kaum Mukminin yang sangat besar terhadap masalah jihad, disebutkan bahwa bila Rasulullah saw. mengirimkan pasukan perang, maka mereka semuanya berangkat. Dan mereka meninggalkan Nabi saw. di Madinah bersama dengan orang-orang yang lemah. Maka turunlah firman Allah swt. yang paling atas tadi (yaitu surah At-Taubah ayat 122).
Pendidikan sejatinya merupakan komponen kebutuhan dasar manusia. Walaupun ilmu memang tidak terpaku hanya ketika duduk di bangku universitas saja, karena Allah menciptakan ilmu melingkupi aspek modal yang kita miliki untuk mendapatkannya yaitu pendengaran , penglihatan dan hati. Oleh karena itu, belajar bukan dalam jangka waktu tertentu, tetapi belajar adalah sepanjang masa.
Ada ungkapan “Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin luas dan pola pikir berisi, pola tindak, dan pola lakunya. Pembangunan pendidikan secara hakiki merupakan investasi masa depan. Artinya, hasil yang diharapkan melalui proses panjang, memerlukan dimensi waktu dan perencanaan yang matang. Selanjutnya untuk menuju pendidikan bermutu sangat diperlukan persiapan yang terencana dan terarah”
Kembali lagi kepada ulama kharismatik, Dr.Yusuf Qardhawi, beliau adalah orang yang sangat cerdas, berpikir jauh ke depan, peribahasa kepribadian seorang anak tidak akan jauh dari orang tuanya agaknya berlaku bagi keluarga beliau hingga akhirnya mampu mengantarkan anak-anaknya menjadi manusia yang mengolah potensi pemikirannya menjadi sesuatu yang kelak akan berguna bagi dirinya, orang tuanya, bangsanya terutama agamanya.
Karena Allah tak akan menyia-nyiakan amalan seorang hamba, dan siapakah yang paling tak pernah mengingkari janji selain Allah,
“..Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat..” (Q.S. Al-Mujaadilah:11)
Wallahu’alam bishshawab
Oleh: Laras Cempaka.
Pemerhati Perempuan dan Mahasiswi Teknik Kimia Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung.

Sumber: fimadani.com

0 komentar:

Posting Komentar