ROHIS SMAN 111

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

This is default featured slide 2 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

This is default featured slide 3 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

This is default featured slide 4 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

This is default featured slide 5 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

Senin, 23 Desember 2013

Jadilah Pemuda Muslim yang Tangguh!


Az Zubai bin Awwan, Ia adalah sosok pemuda teman diskusi Rasulullah, anggota pasukan berkuda, tentara yang pemberani, pemimpin dakwah Islam di zamannya dalam usia 15 tahun.
Sementara Thalhah bin Ubaidillah, seorang pembesar utama barisan Islam di Makkah, singa podium yang handal, pelindung Nabi saat perang Uhud berkecamuk dengan tujuh puluh luka tusuk tombak, donator utama fii sabilillah, mendapat julukan dari Rasulullah: Thalhah si pemurah, Thalhah si Dermawan di usianya yang masih sangat muda.
Juga Sa’ad bin Abi Waqqash, seorang ksatria berkuda Muslimin paling berani di saat usianya baru menginjak 17 tahun. Ia dikenal sebagai pemanah terbaik, sahabat utama yang pertama kali mengalirkan darahnya untuk Islam, lelaki yang disebut Rasulullah sebagai penduduk surga.
Zaid bin Tsabit, mendaftar jihad fii sabilillah sejak usia 13 tahun, pemuda jenius mahir baca-tulis. Hingga Rasulullah bersabda memberi perintah: “Wahai Zaid, tulislah….”. Ia mendapat tugas maha berat, menghimpun wahyu, di usia 21 tahun.
Juga Usamah bin Zaid, namanya terkenal harum sejak usia 12 tahun, mukmin tangguh dan muslim yang kuat, Rasulullah menunjuknya sebagai panglima perang di usianya yang ke-20 dan memimpin armada perang menggempur negara adikuasa Romawi di perbatasan Syiria dengan kemenangan gemilang.
Subhanallah…, nukilan kisah di atas bukanlah dongeng atau cerita fiktif. Mereka adalah manusia biasa yang nyata seperti kita, yang telah mengukir prestasi gemilang di masa mudanya. Merekalah adalah pemuda Islam yang mampu mengharumkan agama Allah dalam keremajaannya.
Misi Kejayaan Islam
Tidak diragukan lagi bahwa para pemuda memiliki peran yang sangat penting dalam tatanan kehidupan manusia secara umum dan masyarakat kaum muslimin secara khusus. Jika mereka adalah para pemuda yang baik dan terdidik dengan adab-adab Islam maka merekalah yang akan menyebarkan dan mendakwahkan kebaikan Islam serta menjadi nakhoda ummat ini yang akan mengantarkan mereka kepada kebaikan dunia dan akhirat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan kepada mereka kekuatan badan dan kecemerlangan pemikiran untuk dapat melaksanakan semua hal tersebut. Berbeda halnya dengan orang yang sudah tua umurnya walaupun para orang tua ini melampaui mereka dari sisi kedewasaan dan pengalaman, hanya saja faktor kelemahan jasad -kebanyakannya- membuat mereka tidak mampu untuk mengerjakan apa yang bisa dikerjakan oleh para pemuda.
Oleh karena itulah para sahabat yang masih muda memiliki andil dan peran yang sangat besar dalam menyebarkan agama ini baik dari sisi pengajaran maupun dari sisi berjihad di jalan Allah -Subhanahu wa Ta’ala.
Di antara mereka ada Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amr ibnul Ash, Muadz bin Jabal, dan Zaid bin Tsabit yang mereka ini telah mengambil dari Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam berbagai macam ilmu yang bermanfaat, menghafalkannya, dan menyampaikan-nya kepada ummat sebagai warisan dari Nabi mereka. Di sisi lain ada Khalid ibnul Walid, Al-Mutsanna bin Haritsah, Asy-Syaibany dan selain mereka yang gigih dalam menyebarkan Islam lewat medan pertempuran jihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seluruhnya mereka adalah satu ummat yang tegak melaksanakan beban kewajiban mereka kepada agama, ummat, dan masyarakat mereka, yang mana pengaruh atau hasil usaha mereka masih kekal sampai hari ini dan akan terus-menerus ada  dengan izin Allah  sepanjang Islam ini masih ada.
Para pemuda di zaman ini adalah para pewaris mereka (para pemuda dari kalangan shahabat) jika mereka mampu untuk memperbaiki diri-diri mereka, mengetahui hak dan kewajiban mereka, serta melaksanakan semua amanah yang diberikan kepada mereka yang berkaitan dengan ummat ini.
Dan bagi mereka kabar gembira dari Nabi mereka -Shallallahu alaihi wasallam- tatkala beliau bersabda dalam hadits yang shahih, “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya,” lalu beliau menyebutkan di antaranya, “Seorang pemuda yang tumbuh dalam penyembahan kepada Rabbnya.”
Perhatian Islam Kepada Pemuda
Agama kita Islam yang mulia ini mempunyai perhatian yang sangat besar mengenai pertumbuhan dan perkembangan para pemuda, karena merekalah yang akan menjadi tokoh di masa yang akan datang, yang akan menggantikan dan mewarisi tugas-tugas mulia kepada ummat ini.
Berikut beberapa tuntunan Islam yang berkaitan dengan pemuda;
Pertama, Islam menuntunkan setiap lelaki untuk memilih istri yang sholihah yang akan lahir darinya anak-anak yang sholeh yang selanjutnya tumbuh menjadi para pemuda yang berakhlak islami.
Kedua, memberikan nama yang baik kepada anak, karena nama yang baik itu juga memiliki makna dan pengaruh yang baik pada akhlak sang anak, karena dia merupakan lambang dari doa atau harapan orang tua kepada Allah tentang anaknya.
Ketiga, melaksanakan nasikah/aqiqah untuk anak, karena hukumnya adalah sunnah mu`akkadah dan memiliki pengaruh yang baik kepada anak.
Ketiga perkara di atas adalah tuntunan Islam kepada para pemuda di awal pertumbuhannya.
Keempat, menaruh perhatian yang besar dalam mendidik anak ketika dia sudah memasuki usia mumayyiz dan sudah mempunyai daya tangkap (paham). Mengajarkan kepada anak-anak dan para pemuda semua perkara keagamaan dari yang paling besar sampai pada perkara yang paling kecil.
Kelima, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan setiap anak ketika kedua orang tuanya atau salah satunya sudah berusia lanjut agar dia berbuat baik kepada keduanya atau kepada yang masih hidup di antara keduanya, dan agar sang anak mengingat pendidikan kedua orang tuanya kepadanya ketika dia masih kecil. Inilah yang merupakan kebaikan besar yang akan terus-menerus dikenang oleh sang anak ketika dia merasakan kebaikan dari kedua orang tuanya. Sehingga dia bisa berkata sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”
Wahai pemuda, sebenarnya rona kebangkitan Islam ada padamu. Maka;
1. Pelajari agama Islammu
2. Tegakkan tauhid, berantaslah syirik dan tinggalkan maksiat apaun bentuknya.
3. Tautkan hatimu dengan masjid.
4. Bersiaplah untuk berdakwah di jalan Allah.
5. Selektiflah dalam mengambil teman dekat, namun tidak kurang pergaulan.
6. Pekalah terhadap zamanmu, inderalah zaman di mana engkau berada saat ini.
7. Milikilah fisik dan jiwa yang sehat.
8. Aturlah waktumu sebaik mungkin.
Insya Allah, kalian akan menjadi agen perubahan Islam yang cemerlang. Aamiin.[Iltizam Amrullah, dirujuk dari ”Karakteristik Peri hidup Enam Puluh Shahabat Rasulullah”].
Oleh :  Cholis Akbar

Jumat, 13 Desember 2013

Inilah Fakta Tulang Sulbi Mampu Hidup Kembali Menjadi Manusia


Subhanallaah …. Tak akan pernah kita berhenti mengucapkan akan atas Mahanya Allah Subhanahu Wata’ala. Sejak manusia pertama sampai hari ini, seiring perjalanan waktu, Teknology semakin membenarkan Al-Qur’an. Di Zaman Rasulullah pada awalnya Iman berperan sangat penting tanpa memerlukan pembuktian. Tapi hari ini Teknologi mampu membantu iman kita untuk semakin yakin bahwa Al-Qur’an adalah benar adanya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
فَلْيَنْظُرِ الإنْسَانُ مِمَّخُلِقَ. خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ. يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِوَالتَّرَائِبِ
 ”Maka hendaklah manusiamemperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yangdipancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dadaperempuan” ( Ath-Thariq: 5-7)
Rasulullah Sallallalhu A’laihi Wasallam bersabda :
“Semua bagian tubuh anak Adam akan dimakan tanah kecuali tulang sulbi yang darinya ia mulai diciptakan dan darinya dia akan dibangkitkan.” (HR Bukhari, Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)
Rahasia kebenaran Al-Qur’an terungkap lagi, ditemukan dan terus ditemukan! Hari kebangkitan, dimana umat manusia akan dihidupkan oleh Allah setelah hari kiamat, oleh umat dulu jaman nabi-nabi tidak dipercayai karena tidak masuk akal mereka. Bagaimana orang mati yang tulang-belulangnya sudah hancur bisa hidup lagi? Kita pun selama ini hanya iman saja atas kekuasaan Allah dan keterangan ayat Qur’an yang dijamin kebenarannya. Kini, terungkap sudah, ilmu bisa menjelaskannya. Rahasianya ada pada tulang ekor manusia!! Subhanallah …!
“Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata: “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?” Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk” (QS. Yasin : 78-79).
Seorang Ilmuwan, Han Spemann, berasal dari Jerman yang berhasil mendapatkan hadiah nobel bidang kedokteran pada tahun 1935. Dalam penelitiannya ia dapat membuktikan bahwa asal mula kehidupan adalah tulang ekor. Darinyalah makhluk hidup bermula. Dalam penelitiannya, ia memotong tulang ekor dari sejumlah hewan melata, lalu mengimplementasikan ke dalam embrio-embrio lain. Hasilnya, tulang ekor ini tumbuh sebagai janin kedua di dalam janin tuan rumah. Untuk itulah Han menyebutnya dengan “The Primary Organizer” atau pengorganisir pertama.
Pada penelitian lain, Han mencoba menghancurkan tulang ekor tersebut. Ia menumbuknya dan merebusnya dengan suhu panas yang tinggi dan dalam waktu yang sangat lama. Setelah menjadi serpihan halus, ia mencoba mengimplantasikan tulang itu pada janin lain yang masih dalam tahap permulaan embrio. Hasilnya, tulang ekor itu tetap tumbuh dan membentuk janin sekunder pada guest body (organ tamu). Meskipun telah ditumbuk dan dipanaskan sedemikian rupa, tulang ini tetap hidup alias tidak ‘hancur’.
“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (Adz-Dzariyaat :20-21)[]
Wallahu a’lam

Kamis, 12 Desember 2013

Kisah Salahuddin Al-Ayyubi


Kisah Salahuddin Al-Ayyubi sudah terkenal sejak dahulu kala. Kekaguman kaum muslimin maupun non muslimin kepada beliau tidk diragukan lagi. Salahuddin dibesarkan sama seperti anak-anak orang Kurdis biasa. Pendidikannya juga seperti orang lain, belajar ilmu-ilmu sains di samping seni peperangan dan mempertahankan diri. Tiada seorangpun yang menyangka sebelum ia menguasai Mesir dan menentang tentera Salib bahawa anak Kurdis ini suatu hari nanti akan merampas kembali Palestina dan menjadi pembela akidah Islamiah yang hebat. Dan tiada siapa yang menyangka pencapaiannya demikian hebat sehingga menjadi contoh dalam memerangi kekufuran hingga ke hari ini.
Stanley Lane Poole (1914) seorang penulis Barat menyifatkan Salahuddin sebagai anak seorang gubernur yang memilliki kelebihan daripada orang lain tetapi tidak menunjukkan satupun tanda-tanda ia akan menjadi orang hebat pada masa depan. Akan tetapi ia menunjukkan akhlak yang mulia.
Walau bagaimanapun Allah telah mentakdirkannya untuk menjadi pemimpin besar pada zamannya dan Allah telah menyediakan dan memudahkan jalan-jalannya untuk menjadi pemimpin agung itu. Ketika ia menjadi tentara Al-Malik Nuruddin, Sultan Aleppo, ia diperintahkan untuk pergi ke Mesir. Pada masa itu Mesir diperintah oleh sebuah kerajaan Syi’ah yang tidak bernaung di bawah khalifah. Bahauddin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin telah menulis bahawa Salahuddin sangat berat dan memaksa diri untuk pergi ke Mesir bagaikan orang yang hendak di bawa ke tempat pembunuhan (Bahauddin, 1234).
Tetapi itulah sebenarnya apa yang dimaksudkan dengan firman Allah, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu” (Al-Baqarah:216)
PERUBAHAN HIDUP BELIAU
Ketika Salahuddin menguasai Mesir, ia tiba-tiba berubah. Ia yakin bahawa Allah telah mempertanggung-jawabkan kepadanya satu tugas yang amat berat yang tak mungkin dapat dilaksanakan jika ia tidak bersungguh-sungguh. Bahauddin telah menuliskan dalam catatannya bahwa Salahuddin sebaik-baik saja ia menjadi pemerintah Mesir. Dunia dan kesenangannya telah lenyap dari pandangan matanya. Dengan hati yang rendah dan syukur kepada Allah ia telah menolak godaan-godaan dunia dan segala kesenangannya (Bahauddin,1234).
Bahkan Stanley Lane Poole(1914) telah menuliskan bahwa Salahuddin mengubah cara hidupnya kepada yang lebih keras. Ia bertambah wara’ dan menjalani hidup yang lebih berdisiplin dan sederhana. Ia mengenepikan corak hidup senang dan memilih corak hidup “Spartan” yang menjadi contoh kepada tenteranya. Ia menumpukan seluruh tenaganya untuk satu tujuan yaitu untuk membina kekuasaan Islam yang cukup kuat untuk menghalau orang kafir dari tanah air Islam.
Salahuddin pernah berkata, “Ketika Allah menganugerahkan aku bumi Mesir, aku yakin Dia juga bermaksud Palestina untukku. Ini menyebabkan ia memenangkan perjuangan Islam. Sehubungan dengan ia telah menyerahkan dirinya untuk jalan jihad.
SEMANGAT JIHAD SALAHUDDIN AL-AYYUBI
Fikiran Salahuddin senantiasa tertumpu kepada jihad di jalan Allah. Bahauddin telah mencatatkan bahawa semangat Salahuddin yang berkobar-kobar untuk berjihad menentang tentara Salib telah menyebabkan jihad menjadi tajuk perbincangan yang paling digemarinya. Ia sentiasa meluangkan seluruh tenaganya untuk memperkuat pasukan tenteranya, mencari mujahid-mujahid dan senjata untuk tujuan berjihad.
Jika ada sesiapa yang bercakap kepadanya berkenaan jihad ia akan memberikan sepenuh perhatian. Sehubungan dengan ini ia lebih banyak di dalam kemah perang daripada duduk di istana bersama sanak keluarga. Siapa sahaja yang menggalakkannya berjihad akan mendapat kepercayaannya. Siapa sahaja yang memperhatikannya akan dapat melihat apabila ia telah memulai jihad melawan tentara salib ia akan menumpahkan seluruh perhatiannya kepada persiapan perang dan menaikkan semangat tenteranya.
Dalam medan peperangan ia bagaikan seorang ibu yang garang kehilangan anak tunggal akibat dibunuh oleh tangan jahat. Ia akan bergerak dari satu hujung medan peperangan ke hujung yang lain untuk mengingatkan tentaranya supaya benar-benar berjihad di jalan Allah semata-mata. Ia juga akan pergi ke seluruh pelosok tanah air dengan mata yang berlinang mengajak manusia supaya bangkit membela Islam.
Ketika ia mengepung Acre ia hanya minum, itupun selepas dipaksa oleh doktor peribadinya tanpa makan. Doktor itu berkata bahawa Salahuddin hanya makan beberapa suap makanan semenjak hari Jum’at hingga senin karena ia tidak mau perhatiannya kepada peperangan terganggu. (Bahauddin, 1234)
PERANG SALIB HITTIN
Satu kisah peperangan yang sengit  antara tentara Salahuddin dengan tentara Salib di kawasan Tiberias di kaki bukit Hittin. Akhirnya pada 24 Rabiul-Akhir, 583 H, tentara Salib kalah. Dalam peperangan ini Raja Kristian yang memerintah Palestina telah dapat di tawan beserta adiknya Reginald dari Chatillon. Pembesar-pembesar lain yang dapat ditawan ialah Joscelin dari Courtenay, Humphrey dari Toron dan beberapa orang ternama yang lain. Ramai juga tentara-tentara Salib berpangkat tinggi telah tertawan. Stanley Lane-Poole menceritakan bahwa dapat dilihat seorang tenteara Islam telah membawa 30 orang tentara Kristian yang ditawannya sendiri diikat dengan tali kemah.
Mayat-mayat tentara Kristian bertimbun-timbun seperti batu di atas batu di antara salib-salib yang patah, potongan tangan dan kaki dan kepala-kepala manusia berguling seperti buah majah. Sekitar 30,000 tentara Kristian telah mati dalam peperangan ini. Setahun selepas peperangan, timbunan tulang dapat dilihat memutih dari jauh.
Salahuddin dan pasukannya
KECINTAAN SALAHUDDIN KEPADA ISLAM
Peperangan Hittin telah menyerahkan kecintaan Salahuddin kepada Islam. Stanley Lane-Poole menulis bahwa Salahuddin berkemah di medan peperangan semasa peperanggan Hittin. Pada satu ketika setelah kemahnya didirikan diperintahkannya tawanan perang dibawa ke hadapannya. Maka dibawalah Raja Palestina dan Reginald dari Chatillon masuk ke kemahnya. Dipersilakan sang Raja duduk di dekatnya.
Kemudian ia bangun pergi ke hadapan Reginald lalu berkata, “Dua kali aku telah bersumpah untuk membunuhnya. Pertama ketika ia bersumpah akan melanggar dua kota suci dan kedua ketika ia menyerang jamaah haji. Ketahuilah aku akan menuntut dan membela Muhammad SAW atasnya”. Lalu ia menghunuskan pedangnya dan memenggal kepala Reginald. Mayatnya kemudian dibawa keluar oleh pengawal dari kemah.
Raja Palestina apabila melihat adiknya dipancung, ia mengeletar karena menyangka gilirannya akan tiba. Tetapi Salahuddin menjamin tidak akan mengapa-apakannya sambil berkata, “Bukanlah kelaziman seorang raja membunuh raja yang lain, tetapi orang itu telah melanggar segala batas-batas, jadi terjadilah apa yang telah terjadi”.
Tindakan Salahuddin adalah disebabkan kebiadaban Reginald kepada Islam dan Nabi Muhammad SAW. Bahauddin bin Shaddad, penasihat kepercayaan Salahuddin mencatatkan bila jamaah haji dari Palestin diserang dicederakan tanpa belas kasihan oleh Reginald, di antara tawanannya merayu supaya mereka dikasihani. Tetapi Reginald dengan angkuhnya mengatakan, “Mintalah kepada Nabi kamu, Muhammad, untuk menyelematkan kamu”. Ketika ia mendengar berita ini ia telah berjanji akan membunuh Reginald dengan tangannya sendiri apabila ia dapat menangkapnya.
SALAHUDDIN MENGUASAI BAITUL MAQDIS 
Kemenangan peperangan Hittin telah membuka jalan mudah kepada Salahuddin untuk merebut Baitul Muqaddis. Bahauddin telah mencatatkan bahwa Salahuddin sangat ingin merebut baitul Muqaddis sampai bukitpun akan mengecut dari bebanan yang dibawa di dalam hatinya. Pada hari jumaat, 27 Rajab, 583H, yaitu pada hari Isra’ Mi’raj, Salahuddin telah memasuki kota suci tempat Rasulullah SAW naik ke langit (Al-Asha).
Dalam catatan Bahauddin ia menyatakan inilah kemenangan atas kemenangan. Ramai orang yang terdiri dari ulama, pembesar-pembesar, peniaga dan orang-orang biasa datang merayakan gembira kemenangan ini. Kemudiannya orang datang dari pantai dan hampir semua ulama-ulama dari Mesir dan Syria datang untuk mengucapkan tahniah kepada Salahuddin. Boleh dikatakan hampir semua pembesar-pembesar datang. Laungan “Allahhu Akbar” dan “Tiada tuhan melainkan Allah” telah memenuhi langit.
Selepas 90 tahun kini shalat Jum’at telah diadakan semula di Baitul Muqaddid. Salib yang terpampang di ‘Dome of Rock’ telah diturunkan. Betapa hebatnya peristiwa ini tidak dapat digambarkan. Hanya Allah saja yang tahu betapa hebatnya hari itu.
SALAHUDDIN YANG PENYAYANG
Sifat penyayang dan belas kasihan Salahuddin semasa peperangan ini sangat jauh berbeda daripada kekejaman musuh Kristiannya. Ahli sejarah Kristian pun mengakui hal ini. Lane-Poole menceritakan bahwa kebaikan hati Salahuddin telah mencegahnya daripada membalas dendam. Ia telah menulis kisah Salahuddin telah menunjukkan ketiggian akhlaknya ketika orang-orang Kristian menyerah kalah. Tenteranya sangat bertanggung jawab, menjaga peraturan di setiap jalan, mencegah segala bentuk kekerasan sampai tiada kedengaran orang-orang Kristian diperlakukan tidak baik.
Semua jalan keluar-masuk ke Baitul Muqaddis ditangannya dan seorang yang amanah telah dilantik di pintu Nabi Daud untuk menerima wang tebusan daripada orang-orang Kristian yang ditawan. Lane-Poole juga telah menuliskan bahawa Salahuddin telah mengatakan kepada pegawainya, “Adikku telah membuat infak, Padri besar pun telah benderma. Sekarang giliranku pula”. Lalu ia memerintahkan pegawainya mewartakan di jalan-jalan Jerusalem bahwa barangsiapa yang tidak mampu membayar tebusan boleh dibebaskan. Maka begitu ramailah orang berbondong-bondong keluar dari pintu St. Lazarus dari pagi hingga ke malam. Ini merupakan sedekah Salahuddin kepada orang miskin tanpa menghitung bilangan mereka.
Selanjutnya Lane-Poole menuliskan bagaimana pula tindak-tanduk tentera Kristian ketika menawan Baitul Muqaddis kali pertama pada tahun 1099. Telah tercatat dalam sejarah bahawa ketika Godfrey dan Tancred menunggang kuda di jalan-jalan Jerusalem jalan-jalan itu ‘tersumbat’ dengan mayat-mayat, orang-orang Islam yang tidak bersenjata disiksa, dibakar dan dipanah dari jarak dekat di atas bumbung dan menara rumah-rumah ibadah. Darah yang membasahi bumi yang mengalir dari pembunuhan orang-orang Islam secara beramai-ramai telah mencermarkan kesucian gereja di mana sebelumnya kasih sayang sentiasa diajarkan. Maka sangat bernasip baik orang-orang Kristian apabila mereka dilayan dengan baik oleh Salahuddin.
Lane-Poole juga menuliskan, jika hanya penaklukan Jerusalem saja yang diketahui mengenai Salahuddin, maka ia sudah cukup membuktikan dialah seorang penakluk yang paling penyantun dan baik hati di zamannya bahkan mungkin di sepanjang zaman.
PERANG SALIB KETIGA
salahuddin-ayubi_b
Perang Salib pertama ialah kejatuhan Palestina kepada orang-orang Kristian pada tahun 1099 (490H) manakala yang kedua telah dimenangi oleh Salahuddin dalam peperangan Hittin pada tahun 583H (1187M) di mana beberapa hari kemudian ia telah menawan Baitul Muqaddis tanpa perlawanan. Kekalahan tentera Kristian ini telah menggegarkan seluruh dunia Kristian. Maka bantuan dari Eropa telah dicurahkan ke bumi Palestina.
Hampir semua raja dan panglima perang dari dunia Kristian seperti Fredrick Barbossa raja Jerman, Richard The Lion raja England, Philips Augustus raja Perancis, Leopold dari Austria, Duke of Burgundy dan Count of Flanders telah bersekutu menyerang Salahuddin yang hanya dibantu oleh beberapa pembesarnya dan saudara serta tenteranya untuk mempertahankan kehormatan Islam. Berkat pertolongan Allah mereka tidak dapat dikalahkan oleh tentera sekutu tsb.
Peperangan ini berlanjut selama 5 tahun hingga menyebabkan kedua belah pihak menjadi lesu dan jemu. Akhirnya kedua belah pihak bersetuju untuk memuat perjanjian di Ramallah pada tahun 588 H. Perjanjian ini mengakui Salahuddin adalah pengusa Palestina seluruhnya kecuali Kota Acra diletakkan di bawah pemerintahan Kristian. Maka berakhirlah peperangan Salib ketiga.
Lane-Poole telah mencatatkan perjanjian ini sebagai berakhirnya Perang Suci selama 5 tahun. Sebelum kemenangan besar Hittin pada bulan Julai, 1187 M, tiada satu inci pun tanah Palestina di dalam tangan orang-orang Islam. Selepas Perjanjian Ramallah pada bulan September, 1192 M, keseluruhannya menjadi milik mereka kecuali satu jalur kecil dari Tyre ke Jaffa. Salahuddin tidak ada rasa malu apapun dengan perjanjian ini walaupun sebahagian kecil tanah Palestina masih di tangan orang-orang Kristian.
Atas seruan Pope, seluruh dunia Kristian telah mengangkat senjata. Raja England, Perancis, Sicily dan Austria serta Duke of Burgundy, Count of Flanders dan beratus-ratus lagi pembesar-pembesar telah bersekutu membantu Raja dan Putra Mahkota Palestina untuk mengembalikan kerajaan Jerusalem kepada pemerintahan Kristian. Walau bagaimanapun ada raja yang mati dan ada yang balik dan sebahagian pembesar-pembesar Kristian telah terkubur di Tanah Suci itu, tetapi Tanah Suci itu masih di dalam tangan Salahuddin.
Selanjutnya Lane-Poole mencatatkan, seluruh kekuatan dunia Kritian yang telah ditumpukan dalam peperangan Salib ketiga tidak mengoyangkan kekuatan Salahuddin. Tenteranya mungkin telah jemu dengan peperangan yang menyusahkan itu tetapi mereka tidak pernah mundur apabila diseru untuk menjualkan jiwa raga mereka di jalan Tuhan. Tenteranya yang berada jauh di lembah Tigirs di Iraq mengeluh dengan tugas yang tidak henti-henti, tetapi ketaatan meraka yang tidak goyah.
Bahkan dalam peperangan Arsuf, tenteranya dari Mosil (sebuah tempat di Iraq) telah menunjukkan ketangkasan yang hebat. Dalam peperangan ini, Salahuddin memang boleh memberikan kepercayaan kepada tentra-tenteranya dari Mesir, Mesopotamia, Syria, Kurds, Turkmans, tanah Arab dan bahkan orang-orang Islam dari mana-mana saja. Walaupun mereka berlainan bangsa dan kaum tetapi Salahuddin telah dapat menyatukan mereka di atas jalan Tuhan dari pada mula peperangan pada tahun 1187 hinggalah berakhirnya pada tahun 1192.
Lane-Poole juga menuliskan dalam peperangan ini Salahuddin senantiasa syura. Ia mempunyai majlis syura (musyawarah)yang membuat keputusan-keputusan ketentaraan. Kadang-kadang majlis ini membatalkan keputusan Salahuddin sendiri. Dalam majlis ini tidak satupun memiliki hak mempengaruhi fikiran Salahuddin. Semuanya sama saja. Dalam majlis itu ada adiknya, anak-anaknya, anak saudaranya, sahabat-sahabat lamanya, pembesar-pembesar tentera, kadi, bendahara dan usahawan. Semuanya mempunyai sumbangan yang sama banyak dalam membuat keputusan. Pendeknya semuanya menyumbang dalam kepakaran masing-masing. Walau apa pun perbincangan dan perdebatan dalam majlis itu, mereka memberikan ketaatan mereka kepada Salahuddin.
WAFATNYA SALAHUDDIN AL-AYYUBI
Pada hari Rabu, 27 Safar, 589H, pulanglah Salahuddin ke rahmatullah selepas mengembalikan mengembalikan tanah air Islam pada usia 57 tahun. Bahauddin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin telah menulis mengenai hari-hari terakhir Salahuddin. Pada malam 27 Safar, 12 hari selepas ia jatuh sakit, ia telah menjadi sangat lemah. Syeikh Abu Ja’afar seorang yang wara’ telah diminta menemani Salahuddin di Istana supaya jika ia sakaratul maut, bacaan Qur’an dan syahadah untuk dituntunkan kepadanya.
Memang pada malam itu telah nampak tanda-tanda berakhirnya hayat Salahuddin. Syeikh Abu Jaafar telah duduk di tepi peraduannya semenjak 3 hari membacakan Qur’an. Dalam masa ini Salahuddin selalu pingsan dan sadar sebentar. Apabila Syeikh Au Jaafar membacakan ayat, “Dialah Allah, tiada tuhan melainkan Dia, Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata” (Al-Hasyr: 22), Salahuddin membuka matanya sambil senyum, mukanya berseri dan dengan nada yang gembira ia berkata, “Memang benar”. Selepas ia mengucapkan kata-kata itu rohnya pun kembali ke rahmatullah. Masa ini ialah sebelum subuh, 27 Safar.
Seterusnya Bahauddin menceritakan Salahuddin tidak meninggalkan harta kecuali satu dinar dan 47 dirham ketika ia wafat. Tiada rumah-rumah, barang-barang, tanah, kebun dan harta-harta lain yang ditinggalkannya. Bahkan harta yang ditinggalkannya tidak cukup untuk upah pengkebumiannya. Keluarganya terpaksa meminjam wang untuk menanggung upah pengkebumian ini. Bahkan kain kafan pun diberikan oleh seorang menterinya.
SALAHUDDIN HAMBA YANG WARA’
Bahauddin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin telah mencatatkan berkenaan kewarakan Salahuddin. Satu hari ia berkata bahwa ia telah lama tidak pergi shalat berjemaah. Ia memang suka shalat berjemaah, bahkan ketika sakitnya ia akan memaksa dirinya berdiri di belakang imam. Disebabkan shalat berjamaah adalah ibadah utama yang diasaskan oleh Rasulullah SAW, ia sentiasa mengerjakan shalat sunnat malam. Jika disebabkan hal tertentu ia tidak dapat shalat malam, ia akan menunaikannya ketika hampir subuh. Bahauddin melihatnya senantia shalat di belakang imam ketika sakitnya, kecuali tiga terakhir di mana ia telah sangat lemah dan selalu pingsan.
Ia tidak pernah membayar zakat harta karena ia tidak mempunyai harta yang cukup nisab. Ia sangat murah hati dan akan menyedekahkah apa yang ada padanya kepada fakir miskin dan kepada yang memerlukan sampai ketika wafatnya ia hanya memiliki 47 dirham uang perak dan satu dinar uang emas. Ia tidak meninggalkan harta selain itu.
Bahauddin juga mencatatkan bahawa Salahuddin tidak pernah meninggalkan puasa Ramadhan kecuali hanya sekali apabila dinasihatkan oleh Kadi Fadhil. Ketika sakitnya pun ia berpuasa sampai tabib menasihatinyadengan keras supaya berbuka. Lalu ia berbuka dengan hati yang berat sambil berkata, “Aku tak tahu bila ajal akan menemuiku”. Maka segera ia membayar fidyah.
Salahuddin sangat yakin dan percaya kepada pertolongan Allah. Ia biasa meletakkan segala harapan nya kepada Allah terutama ketika dalam kesusahan. Pada satu ketika ia berada di Jerusalem yang pada masa itu seolah-olah tidak dapat bertahan lagi daripada kepungan tentera bersekutu Kristian. Walaupun keadaan sangat terdesak ia enggan untuk meninggalkan kota suci itu. Malam itu adalah malam Jum’at musim sejuk. Bahaauddin mencatatkan, “Hanya aku dan Salahuddin sahaja pada masa itu. Ia menghabis kan masa malam itu dengan shalat dan bermunajat.
Pada tengah malam saya minta supaya ia istirahat tetapi jawabnya, “Ku fikir kau mengantuk. Pergilah tidur sejenak”. Bila hampir subuh akupun bangun dan pergi mendapatkannya. Aku dapati ia sedang membasuh tangannya. “Aku tidak tidur semalam” katanya. Selepas shalat subuh aku berkata kepadanya, “Kau bermunajat kepada Allah memohon pertolongan-Nya”. Lalu ia bertanya, “Apa yang perlu ku lakukan?”
Aku menjawab, Hari ini hari Jum’at. Engkau mandilah sebelum pergi ke masjid Aqsa. Keluarkanlah infaq dengan senyap-senyap. Apabila kau tiba di masjid, shalatlah dua rakaat selepas azan di tempat Rasulullah SAW pernah lakukan sebelum mi’raj dahulu. Aku pernah membaca hadis do’a yang dibuat di tempat itu adalah mustajab. Oleh itu kau bermunajadlah kepada Allah dengan ucapan “Ya Tuhanku, aku telah kehabisan segala bekalanku. Kini aku mohon pertolongan-Mu. Aku menyerahkan diriku kepada-Mu. Aku yakin hanya Engkau saja yang boleh menolongku dalam keadaan yang genting ini”
Aku mengatakan kepadanya, “Aku sangat berharap Allah akan mengkabulkan doamu”. Lalu Salahuddin melakukan apa yang ku usulkan. Aku berada di sebelahnya ketika dahinya sujud di bumi sambil menangis hingga air matanya mambasahi janggutnya dan menitik ke tempat shalatnya. Aku tidak tahu apa yang dido’akannya tetapi aku melihat tanda-tanda doanya dikabulkan sebelum hari itu berakhir. Perubahan terjadi di antara musuh-musuh yang menantikan berita baik bagi kami beberapa hari kemudian. Akhirnya mereka membuka kemah-kemah mereka dan berangkat ke Ramallah pada hari senin pagi”
“Aku meminta kekuatan dan Allah memberikanku kesulitan untuk membuatku semakin kuat, Aku meminta kebijaksanaan dan Allah memberikanku permasalahan untuk kuselesaikan, Aku meminta keberanian dan Allah memberikanku rintangan untuk kuatasi, Aku meminta cinta dan Allah memberikanku seseorang untuk kutolong, Aku meminta sesuatu dan Allah memberikanku kesempatan, Mungkin aku tidak selalu mendapatkan apa yang aku inginkan, tapi aku selalu mendapatkan apa yang aku butuhkan”  Salahuddin Al-Ayyubi

(Redaksi)


Rabu, 04 Desember 2013

SAKIT DAN MUSIBAH ADALAH PENGHAPUS DOSA BAGI SEORANG MUSLIM

Ketahuilah wahai saudaraku -semoga Allah merahmati kita semua- telah menjadi ketetapan dari Allah Azza wa Jalla bahwa setiap manusia pasti pernah mengalami sakit dan musibah selama hidupnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QS. Al-Baqaroh : 155-157).
Sakit dan musibah yang menimpa seorang mukmin mengandung hikmah yang merupakan rahmat dari Allah Ta’ala. Imam Ibnul Qayyim berkata : “Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah. Namun akal kita sangat terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia dibawah sinar matahari. Dan inipun hanya kira-kira, yang sebenarnya tentu lebih dari sekedar gambaran ini”. (Syifa-ul Alil fi Masail Qadha wal Qadar wa Hikmah wa Ta’lil hal 452).
Dalam menyikapi sakit dan musibah tersebut, berikut ini ada beberapa prinsip yang harus menjadi pegangan seorang muslim :
1. Sakit dan Musibah adalah Takdir Allah Azza wa Jalla
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (QS. Al-Hadid : 22).
“Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang melainkan dengan izin Allah” (QS. At-Taghaabun : 11).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan semua takdir seluruh makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi”. (HR. Muslim no. 2653).
2. Sakit dan Musibah Adalah Penghapus Dosa
Ini adalah hikmah terpenting sebab diturunkannya sakit dan musibah. Dan hikmah ini sayangnya tidak banyak diketahui oleh saudara-saudara kita yang tertimpa musibah. Acapkali kita mendengar manusia ketika ditimpa sakit dan musibah malah mencaci maki, berkeluh kesah, bahkan yang lebih parah meratapi nasib dan berburuk sangka dengan takdir Allah. Nauzubillah, kita berlindung kepada Allah dari perbuatan semacam itu. Padahal apabila mereka mengetahui hikmah dibalik semua itu, maka -insya Allah- sakit dan musibah terasa ringan disebabkan banyaknya rahmat dan kasih sayang dari Allah Ta’ala.
Hikmah dibalik sakit dan musibah diterangkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dimana beliau bersabda:
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya”. (HR. Bukhari no. 5660 dan Muslim no. 2571).
“Tidaklah seseorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah-gulanan hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya”. (HR. Bukhari no. 5641).
“Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengan dosa-dosanya”. (HR. Muslim no. 2573).
“Bencana senantiasa menimpa orang mukmin dan mukminah pada dirinya, anaknya dan hartanya, sehingga ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada kesalahan pada dirinya”.
(HR. Tirmidzi no. 2399, Ahmad II/450, Al-Hakim I/346 dan IV/314, Ibnu Hibban no. 697, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Mawaaridizh Zham-aan no. 576).
“Sesungguhnya Allah benar-benar akan menguji hamba-Nya dengan penyakit, sehingga ia menghapuskan setiap dosa darinya”.
(HR. Al-Hakim I/348, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Shohih Jami’is Shoghirno.1870).
“Tidaklah seorang muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu, melainkan ditetapkan baginya dengan sebab itu satu derajat dan dihapuskan pula satu kesalahan darinya”. (HR. Muslim no. 2572).
“Sakit demam itu menjauhkan setiap orang mukmin dari api neraka”. (HR. Al-Bazzar, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Silsilah al Hadiits ash Shohihah no. 1821).
“Janganlah kamu mencaci-maki penyakit demam, karena sesungguhnya (dengan penyakit itu) Allah akan menghapuskan dosa-dosa anak Adam sebagaimana tungku api menghilangkan kotoran-kotoran besi”. (HR. Muslim no. 2575).
Walaupun demikian, apabila seorang mukmin ditimpa suatu penyakit tidaklah meniadakan usaha (ikhtiar) untuk berobat. Rasulullah shallalllahu alaihi wa sallam bersabda : “Allah tidak menurunkan penyakit melainkan pasti menurunkan obatnya”. (HR. Bukhari no. 5678). Dan yang perlu diperhatikan dalam berobat ini adalah menghindarkan dari cara-cara yang dilarang agama seperti mendatangi dukun, paranormal, ‘orang pintar’, dan sebangsanya yang acapkali dikemas dengan label ‘pengobatan alternatif’. Selain itu dalam berobat juga tidak diperbolehkan memakai benda-benda yang haram seperti darah, khamr, bangkai dan sebagainya karena telah ada larangannya dari Rasulullah shallalllahu alaihi wa sallamyang bersabda :
“Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah dan janganlah berobat dengan yang haram”. (HR. Ad Daulabi dalam al-Kuna, dihasankan oleh Syeikh Albani dalam kitab Silsilah al Hadiits ash- Shohihah no. 1633).
“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian pada apa-apa yang haram”.(HR. Abu Ya’la dan Ibnu Hibban no. 1397. Dihasankan oleh Syeikh Albani dalam kitabMawaaridizh Zham-aan no. 1172).
“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan penyakit kalian pada apa-apa yang diharamkan atas kalian”. (HR. Bukhari, di-maushulkan ath-Thabrani dalam Mu’jam al Kabiir, berkata Ibnu Hajar : ‘sanadnya shohih’, Fathul Baari : X/78-79).
3. Wajib Bersabar dan Ridho Apabila Ditimpa Sakit dan Musibah
Apabila sakit dan musibah telah menimpa, maka seorang mukmin haruslah sabar dan ridho terhadap takdir Allah Azza wa Jalla, dan harapkanlah pahala serta dihapuskannya dosa-dosanya sebagai ganjaran dari musibah yang menimpanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QS. Al-Baqaroh : 155-157).
Dalam beberapa hadis Qudsi Allah Azza wa Jalla berfirman :
“Wahai anak Adam, jika engkau sabar dan mencari keridhoan pada saat musibah yang pertama, maka Aku tidak meridhoi pahalamu melainkan surga”.
(HR. Ibnu Majah no.1597, dihasankan oleh Syeikh Albani dalam Shohih Ibnu Majah : I/266).
Maksud hadis diatas yakni apabila seorang hamba ridho dengan musibah yang menimpanya maka Allah ridho memberikan pahala kepadanya dengan surga.
“Jika anak seorang hamba meninggal dunia, maka Allah akan berkata kepada malaikat-Nya : ‘Apakah kalian telah mencabut nyawa anak hamba-Ku?. Para Malaikat menjawab : ‘Ya, benar’. Lalu Dia bertanya lagi : ‘Apakah kalian mengambil buah hatinya?’. Malaikat menjawab : ‘Ya’. Kemudian Dia berkata : ‘Apa yang dikatakan oleh hamba-Ku itu?’. Malaikat menjawab ‘Ia memanjatkan pujian kepada-Mu dan mengucapkan kalimat istirja’ (Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’un). Allah Azza wa Jalla berfirman : ‘Bangunkan untuk hamba-Ku sebuah rumah di surga dan namai dengan (nama) Baitul Hamd (rumah pujian)’.” (HR Tirmidzi no.1021, dihasankan Syeikh Albani dalam Shohih Sunan Tirmidzi no. 814)
“Tidaklah ada suatu balasan (yang lebih pantas) di sisi-Ku bagi hamba-Ku yang beriman jika Aku telah mencabut nyawa kesayangannya dari penduduk dunia kemudian ia bersabar atas kehilangan orang kesayangannya itu melainkan surga”. (HR. Bukhari).
“Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung berfirman : ‘Jika Aku menguji hamba-Ku dengan dua hal yang dicintainya (yakni menjadikan seorang hamba kehilangan dua penglihatannya/buta) lalu ia bersabar maka Aku akan menggantikan keduanya dengan surga”. (HR. Bukhari).
Rasulullah shollallahu alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung besarnya ujian. Dan sesungguhnya jika Allah menyukai suatu kaum, maka Dia akan menguji mereka. Barangsiapa yang ridho maka baginya keridhoan, dan barangsiapa yang murka maka baginya kemurkaan”. (HR. Tirmidzi no. 2396, Ibnu Majah no. 4031, dihasankan Syeikh Albani dalam Shohih Sunan Tirmidzi II/286).
Hikmah lainnya dari sakit dan musibah adalah menyadarkan seorang hamba yang tadinya lalai dan jauh dari mengingat Allah -karena tertipu oleh kesehatan badan dan sibuk mengurus harta- untuk kembali mengingat Robb-nya. Karena jika Allah mencobanya dengan suatu penyakit atau musibah barulah ia merasakan kehinaan, kelemahan, teringat akan dosa-dosa, dan ketidakmampuannya di hadapan Allah Ta’ala, sehingga ia kembali kepada Allah dengan penyesalan, kepasrahan, memohon ampunan dan berdoa kepada-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelummu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri”. (QS. Al-An’aam : 42).
Sakit dan musibah merupakan pintu yang akan membukakan kesadaran seorang hamba bahwasanya ia sangat membutuhkan Allah Azza wa Jalla. Tidak sesaatpun melainkan ia butuh kepada-Nya, sehingga ia akan selalu tergantung kepada Robb-nya. Dan pada akhirnya ia akan senantiasa mengikhlaskan dan menyerahkan segala bentuk ibadah, doa, hidup dan matinya, hanyalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.
Wallahu A’lam Bishshawab
Wassalam

Senin, 02 Desember 2013

Segerakanlah Bertaubat dan Jangan Mengulangi

SADAR atau tidak, kita pernah atau bahkan sering melakukan kesalahan dan dosa. Tidak seorangpun yang luput dari noda dosa, baik sengaja maupun tidak. Rasulullah Sallallahu A’laihi Wasallam bersabda, “Setiap anak Adam ada kesalahan (dosa), dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat.”
Meskipun demikian, Allah Subhanahu wa-ta’ala Maha Pengampun. Dengan rahmat-Nya, Allah Subhanahu wa-ta’ala memberi peluang bagi orang yang berbuat dosa untuk bertaubat kepada-Nya. Betapa pun banyak dosa yang kita lakukan dan sebesar apapun dosa tersebut, bila kita bertaubat dan memohon ampun kepada Allah, maka Dia akan mengampuninya.
Allah berfirman;
“Katakanlah, “Wahai hamba-hambaku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (az-Zumar: 54). Allah Subhanahu wa-ta’ala juga berfirman, “Dan barangsiapa berdosa atau menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampun, niscaya dia akan mendapatkan Allah Maha Pengampun.” (an-Nisa’: 110).
Dikecualikan dosa syirik, Allah Subhanahu wa-ta’ala  tidak akan mengampuninya. Allah berfirman ;
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik (mempersekutukan Allah dengan sesuatu), dan Dia mengampuni dosa selainnya itu bagi siapa yang Dia kehendaki.” (An-Nisa’: 48 dan 116).

Kewajiban Bertaubat Kepada Allah SWT

Hanya Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wassalam yang ma’shum (suci), karena beliau dijaga Allah Swt dari dosa dan maksiat. Dosa-dosa beliau telah diampuni oleh Allah, baik yang terdahulu maupun akan datang. Beliau adalah sosok manusia yang paling bertakwa dan mendapat jaminan masuk surga. Walaupun demikian, Rasulullah tetap beristighfar dan bertaubat kepada Allah setiap harinya seratus kali, sebagaimana sabdanya: “Demi Allah, sesungguhnya saya beristighfar dan bertaubat kepada Allah Subhanahu wa-ta’ala  dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.” (HR. Bukhari).
Dalam riwayat lain, beliau bersabda: “Wahai manusia, bertaubatlah pada Allah Swt dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya saya bertaubat kepada-Nya dalam sehari seratus kali.” (HR. Muslim).
Ada beberapa pelajaran penting yang dapat kita petik dari kedua hadits diatas:
Pertama, kedua hadits tersebut merupakan dalil atas wajibnya bertaubat, karena Nabi saw memerintahkannya.
Kedua, hadits ini menjadi dalil bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam adalah orang yang paling kuat ibadahnya kepada Allah Subhanahu wa-ta’ala dan paling bertakwa.
Ketiga, hadits ini menunjukkan bahwa Rasul adalah guru kebaikan dengan lisan dan perbuatannya. Namun demikian, beliau senantiasa memohon ampun kepada Allah dan menyuruh manusia agar membaca istighfar, hingga mereka meneladani beliau dalam menjalankan perintah dan mengikuti sunnahnya.
Keempat, ini merupakan kesempurnaan nasihat Rasulullah kepada ummatnya. Maka kita juga harus meneladani beliau, yaitu jika kita menyuruh manusia dengan suatu perintah, maka kita harus melaksanakannya terlebih dahulu. Sebaiknya jika kita melarang mereka dari sesuatu, maka kitapun harus menjadi orang yang pertama yang menghindari larangan tersebut, karena ini adalah hakikat seorang da’i kepada Allah, bahkan inilah hakikat dakwah kepada Allah, yaitu melaksanakan apa yang kita perintahkan dan meninggalkan apa yang kita larang darinya.
Menurut Dr. Musthafa Bugha, Rasulullah mengajarkan dan mendorong ummatnya untuk selalu beristighfar dan bertaubat seperti dirinya, karena dengan rutinitas beristighfar dan bertaubat ini akan menghapus dosa-dosa yang kadangkala dilakukan oleh seorang manusia tanpa disadari. Kemudian, hadits tersebut tidak bermaksud jumlah tertentu dalam istighfar, namun yang ditegaskan adalah kualiti dan kuantitas istighfar, sesuai dengan kemampuan masing-masing kita.” (Nuzhatul Muttaqin, 1/ 31).
Dosa yang kita lakukan pun beragam macam dan kadarnya, bisa berupa dosa kecil maupun dosa besar. Tergantung jenis maksiat yang kita lakukan. Terkadang kita menyakiti hati saudara kita dengan cacian, ghibah dan fitnah. Kadang pula kita menyalahi amanah (khianat) terhadap jabatan kita dan mengambil hak orang lain dengan cara yang bathil (korupsi, menyuap, mencuri dll). Kita juga pernah berdusta, manipulasi, dan sebagainya. Kitapun pernah tidak shalat, puasa dan membayar zakat.
Dalam kondisi berlumuran dosa ini, wajib hukumnya bagi kita untuk bertaubat kepada Allah. Kewajiban ini Allah sebutkan dalam al-Quran (an-Nur: 3, Ali Imran: 33, at-Tahrim: 8).

Syarat-Syarat Taubat

Agar taubat kita diterima Allah Subhanahu wa-ta’ala, maka harus memenuhi kriteria tertentu. Jika dosa itu berkaitan dengan Allah Subhanahu wa-ta’ala, maka taubat yang sejati itu harus memenuhi tiga kriteria:
Pertama; meninggalkan kemaksiatan tersebut.
Kedua; menyesali perbuatannya. Ketiga; bertekad untuk tidak mengulanginya lagi untuk selama-lamanya. Jika salah satu dari ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi, maka taubatnya itu tidak sah.
Jika dosa yang berkaitan dengan manusia, maka syaratnya ada empat, yaitu yang tiga sama dengan diatas dan ditambah menunaikan hak manusia. Jika hak itu berupa harta dan sebagainya, maka dia harus mengembalikannya. Jika hak itu berupa hukuman had qazf (tuduhan berzina), maka mintalah dihukum atau minta maaf. Dan jika kemaksiatan itu berupa ghibah, maka dia harus meminta maaf. (Riyadlus Shalihin, 46).
Taubat harus disertai dengan kejujuran, maka jika seseorang bertaubat kepada Allah, dia harus melepaskan diri dari dosa (Ali Imran: 135-136). Sedangkan orang yang bertaubat dengan lisan saja, sementara hatinya masih berniat mengerjakan maksiat atau meninggalkan kewajiban atau bertaubat dengan lisannya, sementara anggota tubuhnya terus berbuat maksiat, maka taubatnya tidak bermanfaat, bahkan taubatnya itu bisa dianggap menghina Allah.
Selain itu, bertaubat harus disertai dengan amal shalih. Karena dengan amal tersebut, dosa-dosa kita terhapus sebagaimana cahaya matahari menghilangkan kegelapan malam.
Allah berfirman, “(Yaitu) barangsiapa berbuat kejahatan di antara kamu karena kebodohan, kemudian dia bertaubat setelah itu dan memperbaiki diri, maka Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (al-An’am: 54).
Allah berfirman;
“Dan sungguh, Aku Maha Pengampun bagi yang bertaubat, beriman dan beramal shalih (berbuat kebaikan), kemudian tetap dalam petunjuk.” (QS: Thaha: 82).
Berjanji untuk tidak mengulanginya lagi
Hadis riwayat Abu Hurairah ra. :
Dari Rasulullah Sallallahu A’laihi Wasallam bersabda : Seorang mukmin tidak boleh dua kali jatuh dalam lubang yang sama. (Shahih Muslim No.5317)
Dan Hadits di atas menekankan bahwa setelah bertaubat, jangan sekali2 mengulanginya lagi

Kesempatan Untuk Bertaubat

Di antara bukti kasih sayang Allah Subhanahu wa-ta’ala yang paling agung untuk kita adalah Dia tetap memberi peluang dan kesempatan kepada kita untuk bertaubat dan kembali kepada-Nya, hingga saat ini. Tak peduli berapa lebarnya jarak yang memisahkan kita lakukan lewat kekeliruan dan dosa kepada-Nya. Allah Subhanahu wa-ta’ala ternyata tetap saja memberi kesempatan buat kita untuk menoleh dan kembali kepada-Nya. Tak peduli bagaimanapun legamnya hati kita oleh dosa kemaksiatan yang terus-menerus kita lakukan.
Kesempatan untuk memperbaiki diri dan kembali mendekat kepada-Nya itu ada pada kesempatan hidup yang Allah berikan pada kita hingga saat ini. Karena rentang kehidupan yang kita jalani sebenarnya adalah rentang pintu taubat yang tak mungkin tertutup kecuali hingga kehidupan kita berakhir. Disaat kita merasakan kerongkongan tercekik menghembuskan nafas terakhir, di sanalah pintu kesempatan kembali kita sudah tertutup. “Sesungguhnya Allah Swt menerima taubat seorang hamba, selama ruhnya belum sampai di kerongkongannya.” (HR. Tirmizi).
Kita harus terus waspada. Karena di antara gangguan dan bisikan syaitan kepada orang yang bertaubat adalah bisikan yang membesar-besarkan prilaku dosa dan kemaksiatan yang telah dilakukan hingga seseorang merasa lunglai dan percuma bertaubat. Sementara di sisi yang lain, syaitan juga menghembuskan bisikan untuk mengecil-ngecilkan dan menyepelekan dosa dan kemaksiatan, sehingga seseorang terus-menerus melakukan dosa dan kemaksiatan itu.
Dalam Fiqih syaitan, suasana putus asa yang memalingkan seseorang dari taubat, itu lebih utama daripada mendorong orang untuk melakukan dosa dan kemaksiatan. Apa sebabnya? Karena pelaku dosa dan kemaksiatan bisa saja bertaubat dan taubatnya diterima Allah swt. Tapi orang yang putus asa dari rahmat Allah dan tidak mau bertaubat, akan semakin jauh untuk kepada Allah.
Mungkin hal inilah yang menjadikan sebagian ulama berpendapat, tentang keutamaan seorang berilmu yang beribadah kepada Allah dengan ilmu dan pemahamannya, meski amal ibadahnya tidak terlalu banyak. Dibandingkan dengan seribu orang ahli ibadah yang menjalankan amal ibadah begitu banyak, tapi miskin ilmu. Pelaku ibadah yang berilmu, akan bersikap lebih keras dan lebih waspada terhadap gangguan syaitan, ketimbang mereka yang melakukan ibadah, tanpa ilmu. Itu karena, gangguan syaitan biasa mengelabui ahli ibadah yang lugu dari tipu syaitan.
Jika kita termasuk orang-orang yang sedang bertaubat kepada Allah Subhanahu wa-ta’ala waspadalah. Karena saat-saat itulah syaitan lebih meningkatkan intaiannya untuk masuk melalui sisi-sisi lengah dan celah kelemahan kita. Syaitan berupaya menghiasi hati kita untuk menjadi senang dan bangga dengan taubat, namun kemudian kita terpedaya menganggap bahwa pertarungan dengan nafsu sudah selesai. Kondisi seperti ini sangat berbahaya, karena bisa jadi tipuan seperti itu sulit diditeksi kecuali oleh mereka yang tajam mata batinnya karena keimanan. Dia-lah yang bisa membedakan, antara taubat yang sejati dan taubat palsu.
Boleh saja kita yang merasa suka cita dan gembira karena telah kembali kepada Allah swt. Sebagaimana Allah swt juga sangat suka cita menerima hamba-Nya yang kembali kepada-Nya (HR. Bukhari). Tapi, berhati-hatilah, dari kesenangan dan kegembiraan yang bisa menipu dan menjadikan kita tenang serta yakin dengan nasib di akhirat lalu merasa aman dari azab Allah.
Pertarungan dan kewaspadaan ini belum selesai, sampai kedua kaki kita menginjak surga. Dan kitapun tidak tahu apakah kelak akan masuk surga atau tidak.
Beristighfar dan bertaubatlah segera..! Jangan menunda taubat dan amal. Karena kitapun tidak tahu kapan maut menjemput kita, dimana pada saat itu pintu taubat telah ditutup. Maka gunakanlah pintu taubat selagi masih ada kesempatan, selama masih terbuka lebar bagi hamba-Nya yang ingin kembali kepada-Nya.
Oleh: Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA
Penulis adalah Dosen IAIN Ar-Raniry, kandidat Doktor (Ph.D) Ushul Fiqh, International Islamic University Malaysia (IIUM)