Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa yang mampu menahan marahnya padahal dia mampu menyalurkannya, maka Allah menyeru pada hari kiamat dari atas khalayak makhluk sampai disuruh memilih bidadari mana yang mereka mau. (HR. Imam Ahmad)
Ternyata marah menyimpan bahaya luar biasa bagi pelakunya, dan diantara organ yang paling peka terhadap reaksi marah ini adalah jantung, disamping pelakunya akan kehilangan kendali dan hilang akal. Untuk itu larangan Rasulullah SAW : Laa Taghdhab, Laa Taghdhab, Laa Taghdhab…(jangan marah, jangan marah, jangan marah…) merupakan peringatan penting, bahwa marah hanya bikin jantung sengsara dan pelakunya menderita jasmani dan rohani.
Dari Abu Hurairah Radliyallahu anhu, bahwa seseorang berkata kepada Nabi Shalallahu alaihi wasallam : “Berwasiatlah kepadaku. Beliau bersabda : “Jangan menjadi seorang pemarah.” Kemudian diulang-ulang beberapa kali. Dan beliau bersabda : “Janganlah menjadi orang pemarah”. (HR. Bukhari)
Al Imam Ibnu Rajab rahimahullah menerangkan makna hadits mengandung dua kemungkinan:
Pertama: Hadits ini mengandung perintah melakukan sebab-sebab yang menjadikan akhlak yang mulia seperti bersikap lembut, pemalu, tidak suka mengganggu, pemaaf, tidak mudah marah.Kedua: Hadits ini mengandung larangan melakukan hal-hal yang menyebabkan kemarahan, mengandung perintah agar sekuat tenaga menahan marah ketika timbul/berhadapan dengan penyebabnya sehingga dengan demikian dia akan terhindar dari efek negatif sifat pemarah.Sehingga Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam mangajarkan cara-cara menghilangkan kemarahan dan cara menghindari efek negatifnya
Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda: ““Sesungguhnya marah itu dari syaithan dan syaithan itu dicipta dari api, dan api itu diredam dengan air maka apabila diantara kalian marah berwudlulah. (HR. Ahmad)
Al Imam Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan ada 4 hal pemicu marah, barangsiapa yang mampu mengedalikannya maka Allah akan menjaga dari syetan dan diharamkan dari neraka : yaitu seseorang mampu menguasai nafsunya ketika berkeinginan, cemas, syahwat dan marah. Empat hal ini yaitu keinginan, cemas, syahwat dan marah merupakan pemicu seluruh kejelekan dan kejahatan bagi orang yang tidak mampu mengendalikan nafsunya.
Berdasarkan penyelidikan ilmiah mengenai pengaruh fisiologis akibat marah, yaitu adanya berbagai perubahan dalam seluruh anggota tubuh. Seluruh jalan fungsi tubuh yang alamiah berubah pada waktu marah. Hormon adrenalin dan hormon-hormon lainnya menyalakan bahan bakar pada saat marah muncul. Marah akan “mempercepat” kematian. Amarah yang terjadi pada seseorang akan memengaruhi atas kualitas kesehatannya. Menurut para ahli kesehatan, amarah dapat menyebabkan kematian secara mendadak.
Dalam buku “Sehat Berpahala” karya Dr.Egha Zainur menyatakan, membiasakan dengan sifat marah berarti bersiap dengan tingginya kolesterol dan tekanan darah dalam jangka waktu lama. Resiko stroke dan gangguan jantung mengancam akibat peningkatan tekanan darah yang otomatis terjadi pada orang yang marah. Para peneliti mempercayai bahwa pelepasan hormon stress, kebutuhan oksigen yang meningkat oleh sel-sel otot jantung, dan kekentalan yang bertambah dari keping-keping darah, yang memicu pembekuan darah menjelaskan bagaimana kemarahan meningkatkan peluang terjadinya serangan jantung. Ketika marah, detak jantung meningkat melebihi batas wajar, dan menyebabkan naiknya tekanan darah pada pembuluh nadi, dan oleh karenanya memperbesar kemungkinan terkena serangan jantung..
Marah juga dapat membinasakan hati dan merupakan salah satu penyakit hati yang kalau dibiarkan akan dapat merusak diri secara keseluruhan. Imam Ja’far Ash-Shadiq as berkata,”Amarah membinasakan hati dan kebijaksanaan, barangsiapa yang tidak dapat menguasainya, maka ia tidak akan dapat mengendalikan pikirannya.”
Untuk itu Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda : “Orang kuat itu bukanlah yang menang dalam gulat tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan nafsu amarahnya.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain, disebutkan hadits dari Ibnu Masud Radliyallahu anhu Rasulullah bersabda : “Siapa yang dikatakan paling kuat diantara kalian ? Sahabat menjawab : yaitu diantara kami yang paling kuat gulatnya. Beliau bersabda : Bukan begitu, tetapi dia adalah yang paling kuat mengendalikan nafsunya ketika marah. (HR. Muslim)
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam juga bersabda : ”Tidaklah seorang hamba menahan kemarahan karena Allah Subhanahu wa Taala kecuali Allah Subhanahu wa Taala akan memenuhi baginya keamanan dan keimanan. (HR. Abu Dawud). Untuk itu Rasulullah memberikan panduan guna mengendalikan amarah:
1. Membaca taawudz ketika marah.
Al Imam Bukhari dan Al Imam Muslim rahimakumullah meriwayatkan hadits dari Sulaiman bin Surod Radliyallahu anhu: Ada dua orang saling mencela di sisi Nabi Shalallahu alaihi wasallam dan kami sedang duduk di samping Nabi Shalallahu alaihi wasallam . Salah satu dari keduanya mencela lawannya dengan penuh kemarahan sampai memerah wajahnya. Maka Nabi Shalallahu alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya aku akan ajarkan suatu kalimat yang kalau diucapkan akan hilang apa yang ada padanya. Yaitu sekiranya dia mengucapkan :Audzubillahi minasy Syaithani rrajiim. Maka mereka berkata kepada yang marah tadi : Tidakkah kalian dengar apa yang disabdakan nabi? Dia menjawab : Aku ini bukan orang gila”.
2. Dengan duduk
Apabila dengan taawudz kemarahan belum hilang maka disyariatkan dengan duduk, tidak boleh berdiri. Al Imam Ahmad dan Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan hadits dari Abu Dzar Radliyallahu anhu bahwa Nabi Shalallahu alaihi wasallam bersabda : “Apabila salah seorang diantara kalian marah dalam keadaan berdiri duduklah, jika belum hilang maka berbaringlah.”
Hal ini karena marah dalam berdiri lebih besar kemungkinannya melakukan kejelekan dan kerusakan daripada dalam keadaan duduk. Sedangkan berbaring lebih jauh lagi dari duduk dan berdiri.
3. Tidak bicara
Diam tidak berbicara ketika marah merupakan obat yang mujarab untuk menghilangkan kemarahan, karena banyak berbicara dalam keadaan marah tidak bisa terkontrol sehingga terjatuh pada pembicaraan yang tercela dan membahayakan dirinya dan orang lain. “Apabila diantara kalian marah maka diamlah. Beliau ucapkan tiga kali. (HR. Ahmad)
4. Berwudlu
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya marah itu dari syaithan dan syaithan itu dicipta dari api, dan api itu diredam dengan air maka apabila diantara kalian marah berwudlulah.(HR. Ahmad)
Meski demikian tidak semua kemarahan itu tercela, ada yang terpuji, bahkan sampai pada tingkatan harus marah yaitu ketika kita melihat agama Allah direndahkan dan dihinakan. Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam tidak pernah marah jika celaan hanya tertuju pada pribadinya dan beliau sangat marah ketika melihat atau mendengar sesuatu yang dibenci Allah maka beliau tidak diam, beliau marah dan berbicara.
Ketika Nabi Shalallahu alaihi wasallam melihat kelambu rumah Aisyah ada gambar makhluk hidupnya (yaitu gambar kuda bersayap) maka merah wajah Beliau dan bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling keras siksaannya pada hari kiamat adalah orang membuat gambar seperti gambar ini. (HR. Bukhari Muslim)
Nabi Shalallahu alaihi wasallam juga marah terhadap seorang sahabat yang menjadi imam shalat dan terlalu panjang bacaannya dan beliau memerintahkan untuk meringankannya. Tetapi Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam tidak pernah marah karena pribadinya.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, Anas radhiyallahu anhu selama 10 tahun membantu rumah tangga Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam tidak pernah mendapati ucapan “ah” sekalipun dari Rasulullah. Bahklan beliau tidak pernah berkomentar terhadap apa yang dikerjakan Anas : “Mengapa kamu berbuat ini?. Dan terhadap apa yang tidak dikerjakan Anas: “Tidakkah kamu berbuat begini”?
Begitulah keadaan beliau senantiasa berada diatas kebenaran baik ketika marah maupun ketika dalam keadaan ridha/tidak marah. Dan demikianlah semestinya setiap kita selalu diatas kebenaran ketika ridha dan ketika marah. Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda : “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu berbicara yang benar ketika marah dan ridha. (Hadits shahih riwayat Nasai).
(DI NUQIL OLEH TABLOID BEKAM EDISI8 JANTUNG/berbagai sumber) IRFAN
Sumber: tabloidbekam.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar