Bro en Sis pembaca setia gaulislam, ketika akan menulis edisi ini, saya jadi inget tulisan saya waktu jadi editor di Buletin STUDIA 12 tahun silam—tahun 2000 (ini juga buletin remaja yang saya kelola bersama kawan-kawan sebelum saya dan kawan-kawan lainnya mengelola gaulislam di tahun 2007). Ya, rasa-rasanya cocok kalo ditulis ulang (tentu dengan beberapa update informasi) untuk merespon gonjang-ganjing pembahasan RUU KKG (Rancangan Undang-Undang Keadilan dan Kesetaraan Gender) di DPR yang diprotes banyak kaum muslimin. Wah, gaulislam ngebahas yang serius nih? Iyalah. Kan kalo ngebahas soal musik udah, ngebahas soal boyband SuJu (Super Junior) yang berisikan cowok-cowok keren asal Korea yang bikin histeris para ELF (sebutan untuk para penggemar Super Junior) karena akan manggung selama tiga hari di Indonesia akhir April 2012 ini, gaulislam udah bahas secara umum tentang musik di edisi 231 dan edisi 233. Silakan dibaca lagi ya. Insya Allah mewakili.
Nah, sekarang gaulislam bakalan ikut peduli soal harkat dan martabat kaum perempuan. Ciee.. bukan karena setuju feminisme lho, tapi karena Islam memang mengajarkan kita memuliakan wanita. Tetapi sepertinya saat ini, fakta menunjukkan bahwa wanita diciptakan untuk menyenangkan laki-laki semata. Di tempat-tempat hiburan, perempuan telah menjadi barang dagangan yang bisa menggairahkan bagi laki-laki. Tak ada tempat hiburan yang ‘menjual’ laki-laki, kan? Malah Demosthenes (orator hebat di masa Yunani Kuno) pernah berkata, “Kita perlukan gundik untuk memuaskan kesenangan kita, dan istri untuk melahirkan keturunan kita.” Halah!
Sejauh ini fakta telah menempatkan wanita pada posisi yang membuatnya terpuruk. Di jaman dulu, wanita ditempatkan pada posisi yang rendah. Boleh dikatakan, tak layak hidup. Seperti apa yang pernah dilakukan oleh para ayah di masa jahiliyah yang mengubur hidup-hidup anak perempuannya. Masa itu terus berlanjut seiiring dengan makin berkembangnya ilmu dan teknologi, yang membuat penindasan itu bervariasi dalam model-model yang tak kalah sadis.
Coba deh, anak cewek pasti hapal bener dengan berbagai kasus pelecehan seksual, misalkan. Sampai sekarang pelecehab seksual masih hangat untuk dibicarakan, namun terus terang aja, tak ada penyelesaian yang benar dan baik. Wanita seolah tetap terpuruk dalam dunianya yang serba terbatas. Setelah itu, semua masalah ditumpahkan dan wanita jadi penyebab semua itu. Anak cewek menerima? Tentu saja sewot. Meski tanpa disadari mereka sendiri yang sebenarnya menciptakan kondisi itu dengan menyukai aturan yang berlaku di masyarakat sekarang ini. Ibaratnya, ia merasa jijik kalau harus masuk WC, namun karena butuh dan terbiasa, akhirnya dinikmati juga. Bener nggak, Non?
Feminisme; racun atau madu?
Sekarang ini kaum wanita makin sering bicara soal martabat dan persamaan derajat dengan laki-laki (termasuk dalam RUU KKG). Ide-ide feminisme pun berkembang dengan lancar dan tampak mendapat sambutan yang antusias dari—tentu—kalangan wanita juga laki-laki yang setuju ide feminisme. Mereka berpikir bahwa sudah saatnya untuk menyamakan peran dengan laki-laki. Meski akhirnya tanpa disadari narus mengorbankan harga dirinya. Memang, tak semua tuntutan persamaan itu salah, Non. Sebab, dalam beberapa hal boleh-boleh saja, seperti dalam masalah pendidikan, anak cewek boleh bersaing dengan laki-laki.
Sayangnya, emansipasi yang digembar-gemborkannya untuk mengangkat dan membebaskan wanita dari perbudakan malah menjerumuskannya pada perbudakan baru. Pada masyarakat kapitalis seperti sekarang ini, wanita telah menjadi komoditas alias barang yang diperjual-belikan. Mereka dijadikan sumber tenaga kerja yang murah atau dieksploitasi untuk menjual barang. Barang jenis industri mutakhir seperti mode, kosmetik dan hiburan, hampir sepenuhnya memanfaatkan ‘jasa’ wanita. Pendidikan dan media-massa menampilkan citra wanita yang penuh glamour—sensual dan fisikal. Penuh sensasi, dan tentu nggak ketinggalan, bodi! Wuih, kasihan amat.
Pada masyarakat bebas kayak begini, wanita dididik untuk melepaskan segala ikatan normatif, kecuali kepentingan industri. Tubuh mereka dipertunjukkan untuk menarik selera konsumen. Coba bayangin, betapa konyolnya, iklan mobil mewah rasanya belum lengkap kalau tak hadir di sampingnya gadis berbodi aduhai. Permen rasanya belum manis kalau tak menyertakan penampilan gadis dengan bibir sensual mengunyah permen.
Akibat lanjutnya, pelecehan seksual manjadi trend tersendiri. Digandrungi sekaligus dikecam. Saling tunjuk hidung antara kaum cowok dan kaum cewek sudah biasa. Sama-sama tak mau disalahkan. Kaum pria protes ketika dituduh sebagai biang kerok pelecehan seksual. Tak cukup sampai di situ, ternyata kaum wanita juga menuduh para cowok karena tak mampu menahan nafsu. Tak ada yang mau kalah dan disalahkan. Jadi gimana dong? “Tuduhlah aku sepuas hatimu…” *jadi ngedangdut gini nih! Halah!
Namun, disadari atau tidak, wanita telah menjerumuskan dirinya ke dalam kubangan yang penuh lumpur, ditambah dengan kondisi lingkungan masyarakat saat ini yang tak ramah bagi seorang wanita. Gimana nggak ramah, setiap hari kondisi masyarakat sepertinya memberikan justifikasi alias pembenaran terhadap apa yang dilakukan kaum Hawa saat ini. Kondisi masyarakat bahkan menuntut kaum wanita untuk berbuat seperti itu. Tentu sangat berbahaya menciptakan kondisi yang tak sehat buat kaum wanita. Walhasil, emansipasi ternyata memberikan racun ganas yang mematikan. Kasihan, ya?
Sobat muda muslim pembaca setia gaulislam, kalo kita melihat draft RUU KKG, rasa-rasanya pantas bagi kita yang mukmin mengkritisinya. Definisi gender dari naskah RUU KKG di DPR RI yang beredar: “Gender adalah pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya yang sifatnya tidak tetap dan dapat dipelajari, serta dapat dipertukarkan menurut waktu, tempat, dan budaya tertentu dari satu jenis kelamin ke jenis kelamin lainnya.” (pasal 1:1)
Menurut Dr Adian Husaini, peneliti INSISTS, dalam Catatan Akhir Pekan-nya yang ke-333, 8 April 2012 lalu menuliskan: “Sepintas, definisi semacam itu seolah-olah tampak biasa-biasa saja. Padahal, jika dilihat dalam perspektif ajaran Islam, konsep gender dalam draft RUU tersebut jelas-jelas keliru. Sebab, pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan dalam Islam bukanlah merupakan hasil budaya, tetapi merupakan konsep wahyu. Ketika Rasulullah saw. melarang seorang istri untuk keluar rumah karena dilarang suaminya – meskipun untuk berziarah pada ayahnya yang meninggal dunia – larangan Nabi itu bukanlah budaya Arab. Tetapi, itu merupakan ajaran Islam yang berdasarkan kepada wahyu Allah.”
Kemudian Dr Adian Husaini menuliskan kembali dalam catatannya: “Sebagai contoh, perempuan ulama fiqih terbesar, yakni Siti Aisyah r.a., tidak berbeda pendapatnya dengan pendapat para sahabat laki-laki dalam berbagai masalah hukum yang kini digugat kaum feminis. Belum lama ini telah terbit sebuah buku karya Sa’id Fayiz al-Dukhayyil, Mawsu’ah Fiqh ‘Aisyah Umm al-Mu’minin, Hayatiha wa Fiqhiha, (Dar al-Nafes, Beirut, 1993), yang menghimpun pendapat-pendapat Siti Aisyah r.a. tentang masalah fiqih. Hingga kini, ribuan ulama dan cendekiawan Muslimah tetap masih aktif menentang ide-ide ekstrim dari para feminis dan aktivis KKG yang terinspirasi atau terhegemoni oleh pandangan hidup sekular-liberal atau Marxisme.”
Sosok wanita ideal dalam Islam
Rasulullah saw. membuat empat buah garis seraya berkata: “Tahukan kalian apakah ini?’ Mereka berkata: ‘Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.’ Nabi saw.. lalu bersabda: “Sesungguhnya wanita ahli surga yang paling utama adalah Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad saw., Maryam binti ‘Imron, dan Asiyah binti Mazahi.’ (Mustadrak Al-Shahihain 2:497)
Kamu tahu Khadijah? Dialah istri nabi yang pertama dan wanita pertama yang beriman atas kenabian Muhammad saw. Dia pula yang pertama mendapat gelar ummul mukminiin.
Lahir dari kalangan keluarga yang mulia, jujur dan pemimpin. Dibesarkan di kalangan keluarga mulia, terdidik dengan akhlak yang terpuji, bersifat teguh dan cerdik, sehingga kaumnya memanggil thohiroh karena sangat perhatian terhadap akhlak dan kesopanan yang mulia.
Wanita cerdas dan bisniswati yang sukses dalam menjalankan roda-roda usahanya dan sanggup membiayai hampir seluruh dakwah Rasulullah saw. Beliaulah teladan “Khadijah-Khadijah kontemporer abad ini—yang tengah menggapai angan-angan kosong emansipasi yang telah membuatnya meninggalkan segalanya.
Beliaulah satu-satunya ‘usahawati’ yang terkemuka di jamannya. ‘Kerajaan’ bisnisnya meliputi jazirah Arab. Namun tetap rendah hati dan berakhlak mulia, tetap menjaga kesuciannya dan tetap menjadi ibu bagi anak-anaknya—plus menghormati Rasulullah sebagai suami tercintanya meski usia suaminya lebih muda 15 tahun darinya. Namun Khadijah tetap patuh dan taat. Tidak seperti wanita-wanita kantemporer yang egonya tinggi dan cenderung lepas kendali bila sudah berada di papan atas. Bahkan tak segan untuk menjalin ikatan lahir bathin dengan mitra bisnisnya yang laki-laki. Atau malah kedudukannya dipakai untuk mendikte dengan melakukan pelecehan seksual terhadap anak buahnya. Seperti apa yang digambarkan dalam film Disclosure-nya Demi Moore yang meneror bawahannya yang diperankan Michael Douglas (film tahun 1994). ltu di film, tapi tak mustahil hal itu terjadi dalam dunia nyata. Gimana, Non, mungkin kan?
Tahu tentang sosok Asma binti Yazid? Beliau adalah seorang orator, singa podium dari kalangan wanita. Dia bukanlah Megawati atawa aktivis liberal macam Musdah Mulia, dan amat sangat jauh levelnya kalo (boleh) dibandingkan dengan Ayu Ting-Ting atau Trio Macan.
Prestasi dan prestisenya sulit dilukiskan dengan kata-kata. Bener, nggak bohong. Pun pengabdiannya pada Islam telah membuat dirinya disegani. Selain sebagai singa podium, ia juga adalah pejuang yang tabah, wanita terhormat, tergolong ahli pikir dan ahli agama. Bahkan beliau ini dipercaya untuk menjadi delegasi wanita dalam menyampaikan segala uneg-uneg atau permasalahan yang berhubungan dengan para wanita kepada Rasulullah saw. dalam majelis syuro.
Suatu ketika, saat pertemuan Asma melontarkan pertanyaan yang membebani kaum wanita. “Ya Rasulullah. Aku rnewakili kaum wanita untuk menanyakan kepadamu tentang beberapa hal. Bukankah engkau diutus oleh Allah untuk rahmat bagi manusia—laki-laki dan wanita? Namun dalam beberapa masalah ternyata kami merasa dibedakan dengan laki-laki. Kami sama-sama beriman dan bertakwa, narnun kami juga merasa iri dengan perbuatan kaurn laki-laki yang seolah menempatkan mereka pada posisi yang baik untuk mendapatkan pahala yang besar. Mereka boleh berjihad, semantara kami hanya mengurus anak-anak dan menjahit pakaian mereka. Mereka diberi kesempatan untuk mendapatkan pahala sholat jumat, sementara kaum wanita tak boleh. Bagaimana ini ya Rasulullah?”
Mendengar ‘protes’ demikian Rasulullah saw. kaget, meski protesnya tentu saja tak disertai gelar poster dan demo mogok makan. Ternyata, Non, yang diproteskan para muslimah itu bukan keinginan mendapatkan berlian seberat 2 kilogram, atau persamaan hak untuk mendapatkan jabatan eksekutif dari jenjang karir papan atas. Yang mereka tanyakan justru persamaan dalam memperoleh pahala dan menjalankan syariat. Hebat, bener!
Kemudian yang mulai Rasulullah saw. dengan bangga bertanya kepada peserta pertemuan yang lain: “Pernahkan kalian mendengar pertanyaan yang lebih baik selain soal-soal agama seperti wanita ini?. Ya Rasulullah, kami tidak menyangka dan berpikir wanita itu akan bertanya sedemikian jauh,” jawab hadirin kompak dan spontan.
“Wahai Asma’ kau pahami dan sampaikan nanti pada kaummu. Kebaktianmu pada suami dan usaha mencari kerelaannya telah meliputi dan menyamai semua yang dilakukan suami kalian (kaurn pria),” jawab Rasulullah singkat, namun padat dan bermakna tinggi.
Jawaban tersebut karuan saja menggembirakan hati Asma dan segera ia pulang dan menyampaikan berita itu kepada para wanita. Dan mereka pun menerima dengan senang hati. Tidak banyak bantahan dan tuntutan seperti halnya srikandi-srikandi kontemporer yang ingin berperan ganda, sampai-sampai melalaikan yang wajib dan mengejar yang mubah bahkan makruh dan haram sekalipun. Bisa berabe, Non!
Dua tokoh inilah, yang setidaknya bisa dijadikan sosok ideal wanita muslimah. Kamu juga bisa Non, asal mau mengubah diri. Bener, semua orang juga bisa. Masa’ untuk maksiat aja bisa, kenapa untuk keridhoan Allah nggak mampu? Ayo, kamu bisa!
Islam memuliakan wanita
Suatu ketika seorang muslimah di kota Amuria–terletak antara wilayah Irak dan Syam–berteriak minta tolong karena kehormatannya dinodai oleh seorang pembesar Romawi. Teriakan ini ternyata terdengar oleh Khalifah Mu’tashim, pemimpin umat Islam saat itu. Kontan saja ia mengerahkan tentaranya untuk membalas pelecehan itu. Bukan saja sang pejabat, tapi kerajaan Romawi langsung digempur. Sedemikian besarnya tentara kaum muslimin hingga diriwayatkan ‘kepala’ pasukan berada di Amuriah sedangkan ‘ekornya’ berakhir di Baghdad—bahkan masih banyak tentara yang ingin berperang. Fantastic!
Untuk membayar penghinaan tersebut 30.000 tentara musuh tewas dan 30.000 lainnya menjadi pesakitan. Itu wujud perhatian Khalifah (pemimpin negara Islam kepada rakyatnya). Hebat ya perhatian Islam sama rakyatnya. Nggak seperti sekarang, malah mau mengorbankan wanita ke lembah nista melalui RUU KKG. Gawat bin bahaya, pemimpin seperti itu mah.
Dalam Islam, kehormatan manusia baik laki-laki maupun wanita, dijunjung demikian tinggi. Haram hukumnya melanggar kehormatan orang lain. Termasuk tindak pelecehan seksual. Jangankan mencolek, atau bahkan memperkosa, melirik wanita yang bukan mahrom dengan syahwat pun haram hukumnya. Rasulullah pernah memalingkan muka Fudhail karena memandang wanita—yang saat itu menghadap Rasulullah—dengan syahwat.
Namun amat disayangkan, bahwa wanita-wanita sekarang ini cenderung membiarkan dirinya hanyut dalam gelombang emansipasi yang amburadul. Hampir semua bagian ingin direngkuh demi persaingan harga diri dengan laki-laki. Tak peduli meski akhimya harus mengorbankan harga diri. Kamu, jangan begitu, ya Non!
Banyak wanita yang bekerja di sektor industri dengan tidak memperhatikan apakah jenis pekerjaannya sesuai atau tidak dengan kodratnya sebagai wanita. Apakah jenis pekerjaannya itu membahayakan dirinya atau tidak, menjaga kesuciannya atau tidak, mereka sudah tak peduli. Misalkan kerja di pabrik mengoperasikan mesin giling atau bekerja dipengeboran minyak. Sama celakanya menceburkan diri dengan bekerja di bar atau hotel yang bakal merendahkan martabat dan mengotori kesuciannya. Wah, bahaya, Non!
Tapi ironisnya, di saat kaum wanita negeri ni menggembar-gemborkan emansipasi di segala bidang, ternyata orang-orang di Barat sudah mulai meninggalkannya sedikit demi sedikit. Malah ada yang sampai mengkritik para wanita di negerinya yang rela bekerja hingga tak peduli akan kehormatan dirinya. Paling tidak, Anna Rued yang menulis dalam sebuah bukunya—Eastern Mail, ia menyebutkan bahwa “Kita harus iri kepada bangsa-bangsa Arab yang telah mendudukkan wanita pada tempatnya yang aman. Dimana hal itu jauh berbeda dengan keadaan di negeri ini (Inggris) yang membiarkan para gadisnya bekerja bersama laki-laki di kilang-kilang minyak—yang tidak saja menyalahi kodrat—tetapi bisa menghancurkan kehormatannya.”
Nah, dalam urusan wanita ini, lebih jauh Rasulullah telah mengajarkan kepada kita melalui sabdanya:“Sebaik-baik kalian adalah yang selalu berbuat baik terhadap istri-istri kalian.” (HR Turmidzi)
Kemudian sabdanya yang lain adalah: “Takutlah kepada Allah dan hormatilah kaum, wanita.” (HR Muslim)
Kata orang, sejarah yang buruk itu memang getir, tetapi banyak orang juga tak bisa belajar dari kegetiran sejarah. Apa maksudnya? Sebagai contoh, kaum wanita sekarang kini tengah dilanda kegetiran hidup, di semua sektor ternyata membuat dirinya tak aman. Semuanya menyisakan masalah bagi wanita dan menempatkannya sebagai korban. Nah, agar tak terus jadi korban lingkungan yang tak ramah ini, maka sudah saatnya para wanita sadar akan ‘sejarahnya’ sekarang ini yang amburadul bin kusut. Tidak hanya sadar, tapi juga harus berusaha untuk lepas dari kegetiran hidup itu. Kalau mau bijaksana, tentu harus bercermin kepada Islam.
Kenapa Islam? Karena hanya Islam lah yang telah menempatkan para wanita pada posisi yang seharusnya dan sewajarnya. Islam akan melindungi kehormatan wanita, dan akan memberikan rasa aman, termasuk buat para gadis macam kamu. Hanya saja hal ini kembali kepada kaum wanita apakah mereka ingin menjadi baik atau tetap menjadi korban. Yang jelas Islam telah memberikan segalanya bagi wanita. Dan itu hanya bisa dicapai ketika Islam direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Islam sebagai sebuah ideologi alias Islam diterapkan sebagai aqidah dan syariat dalam sebuah negara. Tidak seperti sekarang, Islam cuma etalase. Atau cuma simbol belaka, tidak dijadikan sebagai pengatur kehidupan.
Jadi pilih mana, tetap jadi korban atau ikut Islam? Ya, pilih Islam, dan lupakan sistem yang lain! [o.solihin | Twitter @osolihin | Blog: www.osolihin.net]
Sumber: gaulislam.com
0 komentar:
Posting Komentar